An Unforgettable and Long Preparation Journey to The East
Seminggu yang lalu, saya dan kelima belas travel buddies baru memulai perjalanan ke timur Indonesia. Perjalanan yang masih sangat membekas dalam ingatan saya, entah memang baru kemarin, atau ini hanyalah efek kulit saya yang masih hitam merata karena terbakar matahari. Selagi ingatan saya masih segar, tidak ada salahnya saya membagi pengalaman tak terlupakan ini kepada teman-teman. Buat apa? Supaya teman-teman juga tergerak untuk mengikuti jejak kami menjelajah tanah Indonesia, agar makin bangga dan cinta Indonesia.
2014
Semuanya bermula dari keinginan saya dan sahabat-sahabat SMA untuk berlibur bersama. Pertengahan tahun 2014 adalah awal pembicaraan mengenai rencana ini. Sempat tercetus pulau Ora, Bandung, Menjangan, namun entah dari mana ketok palu terjadi saat Labuan Bajo diutarakan sebagai tujuan. Destination : checked.
Sebagai karyawan, keinginan untuk berlibur memang kerap kali berbenturan dengan jadwal meeting, deadline dan segudang tanggung jawab di kantor. Tentu saja kami harus memutar otak untuk bisa menemukan hari libur yang cukup banyak, tanpa harus mengambil cuti panjang. Pucuk dicinta ulam tiba, tanggal merah di hari pertama bulan Mei menjadi pilihan tanggal eksekusi. Waktu : checked.
Awalnya, merekrut teman untuk diajak dalam rombongan "anak baik-baik, tidak rewel dan suka jalan-jalan murah" ini tidak terlalu sulit, kendala hanya ada di dana. Ada yang bilang budgetnya terlalu besar, ada yang bilang dengan budget segitu lebih baik ke Singapore, ada yang bilang sayang uangnya, padahal jumlah belanjanya dalam tiga bulan mungkin sudah setara budget kami. Eh, malah jadi ngomongin orang kan.
Kami tetap kalem. Semua pikiran tidak sependapat ini justru mengarah ke satu kesimpulan, kami akan mencari teman-teman yang "seiman" dalam trip. Di sela kesibukan masing-masing, saya, Petra dan Nusa sebagai penggagas awal mencoba mencari alternatif agar biaya bisa ditekan. Saya akui saya memang sangat excited sampai sampai menyempatkan diri membuat komparasi dari berbagai tour travel dan tanggal keberangkatan. Niat sudah bulat, kami harus jadi berangkat, maklum biasanya hanya wacana.
Sebagai karyawan, keinginan untuk berlibur memang kerap kali berbenturan dengan jadwal meeting, deadline dan segudang tanggung jawab di kantor. Tentu saja kami harus memutar otak untuk bisa menemukan hari libur yang cukup banyak, tanpa harus mengambil cuti panjang. Pucuk dicinta ulam tiba, tanggal merah di hari pertama bulan Mei menjadi pilihan tanggal eksekusi. Waktu : checked.
Awalnya, merekrut teman untuk diajak dalam rombongan "anak baik-baik, tidak rewel dan suka jalan-jalan murah" ini tidak terlalu sulit, kendala hanya ada di dana. Ada yang bilang budgetnya terlalu besar, ada yang bilang dengan budget segitu lebih baik ke Singapore, ada yang bilang sayang uangnya, padahal jumlah belanjanya dalam tiga bulan mungkin sudah setara budget kami. Eh, malah jadi ngomongin orang kan.
Kami tetap kalem. Semua pikiran tidak sependapat ini justru mengarah ke satu kesimpulan, kami akan mencari teman-teman yang "seiman" dalam trip. Di sela kesibukan masing-masing, saya, Petra dan Nusa sebagai penggagas awal mencoba mencari alternatif agar biaya bisa ditekan. Saya akui saya memang sangat excited sampai sampai menyempatkan diri membuat komparasi dari berbagai tour travel dan tanggal keberangkatan. Niat sudah bulat, kami harus jadi berangkat, maklum biasanya hanya wacana.
Budget awal yang kami perkirakan adalah 6 juta. Jujur angka ini memang cukup membuat saya keder, dan nyaris mengundurkan diri. Untungnya ketimbang mundur, saya lebih memutuskan untuk mencari jalan menurunkan budget ini. Dan akhirnya we saved by Kencana Adventure. Dengan harga tour yang relatif lebih murah dibandingkan tour lain, Kencana menawarkan itinerary yang memuaskan untuk kami yang ingin ngetrip semi backpacker ini. Sejak hari itu juga, bak seorang yang sedang PDKT, saya mulai membombardir Kencana Adventure dengan chat yang berisi pertanyaan (Thanks a lot to Mba Gitta).
Sebelumnya, rombongan ini sudah sempat mencapai 20 orang, sesuai dengan persyaratan dari tour travel dari kencana adventure (yang akhirnya menjadi pilihan kami) apabila kami ingin memesan private trip. Semakin dekat dengan tanggal keberangkatan, saat sebagian dari kami sudah membeli tiket pesawat, beberapa orang mengundurkan diri, termasuk juga orang-orang yang ikut merencanakan di awal, hingga jumlah kami sempat menjadi 14 orang. Saat itu Petra sebagai tim rekruitmen sempat pesimis rencana ini akan terus dilanjutkan. Beruntung, di saat-saat terakhir, dua anggota baru bergabung dan jadilah kami berenambelas memulai perjalanan ini.
29 April 2015
Setelah berhari-hari tidak bisa tidur karena terlalu excited, berusaha melupakan behind the scene ribut dengan sepasang suami istri tua di kafe gegara berebut tempat duduk saat meet up dengan rombongan, akhirnya hari yang kami semua nantikan datang juga. Bagi saya, Petra dan Nusa, hal ini bolehlah dibanggakan sebagai prestasi karena rencana sejak setahun lalu akhirnya terwujud. Achievement unlocked : merencanakan perjalanan jauh dengan banyak orang dan tidak hanya berujung pada wacana. Yeay!
Sebut saja Tita, Petra, Wiwin, Palupi, Lingga, Tangguh, Aspi, Nadia dan Nusa dari #TeamJakarta adalah rombongan yang berangkat paling pertama. Sebagian besar dari mereka sudah saya kenal dengan sangat baik, sebagian lagi adalah temannya teman, namun soon-to-be teman saya juga. Seperti pertemuan pertama pada umumnya, masih saling malu-malu, dan hanya bertanya hal-hal standar. Tapi dalam waktu kurang dari tiga jam, kami semua sudah tahu, bahwa anggota rombongan yang namanya Palupi itu orangnya pelupa (peace, pal!)
Sebut saja Tita, Petra, Wiwin, Palupi, Lingga, Tangguh, Aspi, Nadia dan Nusa dari #TeamJakarta adalah rombongan yang berangkat paling pertama. Sebagian besar dari mereka sudah saya kenal dengan sangat baik, sebagian lagi adalah temannya teman, namun soon-to-be teman saya juga. Seperti pertemuan pertama pada umumnya, masih saling malu-malu, dan hanya bertanya hal-hal standar. Tapi dalam waktu kurang dari tiga jam, kami semua sudah tahu, bahwa anggota rombongan yang namanya Palupi itu orangnya pelupa (peace, pal!)
CGK – DPS kami tempuh dalam waktu kurang lebih 2 jam setelah akhirnya sampai di Ngurah Rai. Sambil menunggu penerbangan selanjutnya, kami berhenti di salah satu restoran cepat saji di bandara, sembari menantikan rombongan lainnya. Tak berapa lama, Ferry dan Mayang menyusul, rombongan semakin lengkap. Jam setengah 12 WITA, Deshynta dan Dhini dari #TeamBali menyusul kami. Sementara itu #TeamPamulang yaitu Tito, Arimbi dan Alit yang juga sudah sampai di Ngurah Rai, langsung melanjutkan perjalanan ke Bajo tanpa sempat menemui kami terlebih dahulu.
14.00 WITA
Dengan pesawat baling-baling berkapasitas 72 orang, kami 13 orang berangkat ke Labuan Bajo. Kami sempat terbang dalam cuaca buruk, bahkan sebagian besar mendengar suara seperti rem yang sempat dibunyikan selama terbang. Akhirnya, setelah satu setengah jam kami sampai di Bandara Komodo. Pesawat kami menjadi satu-satunya pesawat yang mendarat di sana.
Pengalaman pertama kali naik pesawat baling-baling.
|
| #TeamJakarta dan #TeamBali sampai di Bandara Komodo |
16.00 WITA
Bajo View - menjadi tempat singgah kami yang pertama. Tempat ini juga menjadi tempat pertama rombongan kami berkumpul secara utuh baik dari #TeamJakarta #TeamBali dan #TeamPamulang. Dalam hati saya berharap, semoga orang-orang yang tergabung dalam rombongan ini adalah orang-orang yang tepat. Karena saya sendiri percaya, nyaman atau tidaknya trip juga tergantung dari para pesertanya.
Jumlah peserta yang genap 8 perempuan dan 8 laki-laki memudahkan kami dalam banyak hal, misalnya saja pembagian kamar. Di Bajo View, kami tidur dalam 8 tenda terpisah, masing-masing tenda dapat diisi oleh dua orang. Fasilitas shower dan toilet yang ada di tempat ini rupanya menjadi shower terakhir yang kami nikmati sebelum memulai perjalanan. Teras di atas menghadap laut dengan suasanya yang tidak pernah kami dapat di Jakarta., menyegarkan di pagi hari dan syahdu saat malam. Saya makin mantap, ini adalah awal yang baik untuk hari berikutnya.
Jumlah peserta yang genap 8 perempuan dan 8 laki-laki memudahkan kami dalam banyak hal, misalnya saja pembagian kamar. Di Bajo View, kami tidur dalam 8 tenda terpisah, masing-masing tenda dapat diisi oleh dua orang. Fasilitas shower dan toilet yang ada di tempat ini rupanya menjadi shower terakhir yang kami nikmati sebelum memulai perjalanan. Teras di atas menghadap laut dengan suasanya yang tidak pernah kami dapat di Jakarta., menyegarkan di pagi hari dan syahdu saat malam. Saya makin mantap, ini adalah awal yang baik untuk hari berikutnya.
Biaya menginap di Bajo View tergolong sangat murah, Rp 85.000 per orang. Untuk mobil penjemput di bandara, kami dikenakan biaya Rp 60.000/mobil. Sore harinya rombongan sempat terpisah menjadi dua, sebagian tinggal di hotel dan sebagian mengeksplore daerah sekitar dengan mengunjungi pelabuhan, sambil mengira-ngira kapal mana yang akan menjadi rumah kami selama sailing trip di hari berikutnya.
| Rp 170.000 untuk tiap tenda yang berisi dua orang. |
| Sekilas pandang dari teras bajo view yang menghadap ke laut. |
30 April 2015
08.30 WITA
Setelah semua sarapan nasi bungkus yang dibeli dengan kebaikan hati Dhini dan Wiwin, kami berjalan kaki menuju Kencana Adventure yang ditempuh tidak sampai 10 menit jalan kaki. Segera kami diantar menuju ke kapal alias rumah kami selama sailing trip. Kapal yang kami gunakan adalah kapal standar dengan kapasitas 20 orang, dan 5 awak yang terdiri dari kapten dan juga chef. Dek depan cukup besar, ada satu sekoci yang diikat disitu. Dek tengah cukup untuk tempat kami duduk bersama dan beraktivitas, sementara dek atas digunakan untuk tidur dengan matras tebal, bantal dan selimut. Di bagian belakang ada dapur dan satu toilet yang lubang pembuangannya langsung mengarah ke laut. Satu toilet ini harus kami bagi dengan seluruh isi kapal. Sebagai tim penggagas, saya tentu khawatir jika ada anggota rombongan yang tidak puas dengan kapal, atau apapun yang kami dapat selama perjalanan. Kenyamanan teman-teman menjadi tanggung jawab saya juga karena saya yang mengajak mereka untuk bergabung. Beruntung, seluruh anggota rombongan bukanlah orang yang rewel, tidak ada yang mengeluhkan kapal, toilet seadanya, tempat tidur seadanya atau hal sekecil apapun. Bahkan siang itu, kenyataan bahwa kami semua tidak akan bisa mandi sampai 3 hari ke depan masih kalah menari dengan pemandangan yang kami dapat saat kapal mulai berlayar.
11.30 WITA
Sampai di tujuan pertama, Pulau Kelor. Awak kapal memberi instruksi bahwa kami bisa berenang dan snorkeling di tempat ini. Selain karena waktu yang singkat, tidak bisa berenang dan tidak kebagian alat snorkel, di tempat ini saya tidak terlalu menikmati. Kami bermain air di sini hanya sekitar setengah jam, dan kemudian perjalanan dilanjutkan ke pulau Rinca.
Foto pertama dengan formasi lengkap di Pulau Kelor.
|
Pulau Rinca adalah salah satu pulau yang menjadi tempat tinggal bagi 2000 ekor komodo. Komodo di sini masih liar, hidup bebas dan soliter. Beruntung saat singgah di "dapur" kami menemukan beberapa ekor komodo yang sedang bersantai. Pengalaman bertemu komodo adalah hal yang paling saya nantikan sejak awal. Komodo pada dasarnya persis seperti yang saya bayangkan, besar, terlihat malas, berkuku dan lidah panjang dengan kulit tebal seperti buaya. Meski dikatakan lebih liar, namun pertemuan kami dengan komodo di sini justru lebih menenangkan dibandingkan saat di Taman Nasional Komodo (spoiler nih). Ada beberapa pantangan saat kita melihat komodo, antara lain bagi perempuan yang sedang datang bulan, disarankan untuk tidak ikut atau boleh ikut tapi tetap dekat dengan ranger. Tidak disarankan juga membuat gerakan tiba-tiba sepert berlari, melompat, atau mengibaskan topi/syal saat sedang berada di dekat komodo. Belakangan, saat sudah selesai berkeliling, saya ditanya oleh seorang penjual minuman. "Kakak tadi lihat komodo pakai topi merah tidak apa-apa kah?". Dengan sedikit bingung saya menjawab semuanya baik-baik saja. Kemudian mereka menceritakan bahwa komodo ternyata sedikit sensitif dengan warna yang mencolok karena hal itu akan membuat mereka merasa terganggu dan kemudian mengejar kita.
| Salah satu dari 7 keajaiban dunia. |
Di pulau Rinca kami juga sempat treking ke atas bukit. Bagai mendapat oase, kami yang biasanya dihadapkan dengan macet, gedung tinggi dan polusi, kini berdiri di hamparan bukit dengan pemandangan laut biru. Finally, Loh Buaya - checked.
Sekitar pukul 16.00 WITA
Dibangunkan dari tidur siang setelah berenang, treking dan makan kenyang, Dhini memberi tahu bahwa kami sudah sampai di Pink Beach. Yang paling berkesan dari Pink Beach adalah pasir pantainya yang bercampur antara merah dan putih dengan tekstur yang super halus, seperti bubuk susu strawberry katanya. Masih dengan kegiatan yang sama, di sini kami diberi kesempatan untuk berenang dan snorkeling. Sayangnya, tak cukup banyak waktu yang diberikan untuk kami menikmati pantai yang super cantik ini. Mungkin juga ini efek saya yang masih belum sadar penuh setelah tidur siang, sehingga lebih banyak bengong. Sekitar satu jam, kami dipanggil untuk kembali karena kapal akan berlayar ke Pulau Kalong dimana kami akan merapat dan bermalam.
Sudah pernah candlle light dinner? Jika sudah, percayalah, candlle light dinner-mah-apa-atuh dibandingkan dengan dinner di dek kapal diiringi sunset sambil lihat lumba-lumba yang berkali-kali loncat di dekat kapal. Saya yang biasanya dinner sambil nonton tv sendirian di kosan, sekarang dinner dengan suasana romantis macam ini rasanya seperti pengalaman langka.
Malam hari, berhubung ombak tenang dan cuaca cerah, kami mengisi waktu dengan main UNO. Permainan yang mengundang tawa semacam ini memang dibutuhkan selama di kapal. Selain untuk mencairkan suasana, menambah keakraban, banyak tertawa juga membuat tubuh lebih hangat dan tidak terfokus pada goyangan-goyangan kecil di kapal. Malam ini, rasanya semua kekakuan kami mulai mencari, tidak ada lagi perbedaan antara teman baru ataupun teman yang baru dikenal, semua mulai menghilangkan kejaiman dan membuat suasana menjadi lebih nyaman.
*** to be continued ke part 2
