Feb 6, 2018

"Jangan nonton Dilan, bikin susah move on.
Lalu kamu gak akan kuat untuk gak fangirling ke Dilan."


Pantaskah line tersebut diucapkan oleh seorang wanita yang bukan lagi remaja, malah cenderung tante-tante, merespon sebuah film yang lagi digilai remaja-remaja sekolahan?

Jawabannya bisa didapat kalau kalian (khususnya teman-teman seusiaku) juga sudah nonton filmnya. I just did, last night. Aslinya udah pengen nonton sejak masih di Jakarta dua minggu lalu. Ini film Indonesia kedua yang aku tonton di tahun ini; setelah Susah Sinyal. To be honest, agak nyesel sih. Nyesel, karena waktu di Jakarta kurang berhasil membujuk pacar untuk nonton film ini, padahal film ini ternyata worth it banget untuk ditonton bersama pasangan (yang punya aja, jangan rebut pacar orang, Dilan nggak suka itu). Walaupun juga nggak kalah seru untuk ditonton bersama dengan geng ciwi-ciwimu, pasti norak saking gemesnya. 


**

Di awal kehebohan novel #Dilan1990 yang ditulis oleh Pidi Baiq (yang sampe sekarang aku masih nggak ngerti kenapa doski dipanggil Ayah), aku sama sekali tidak tertarik. Udah suudzon, palingan isinya kaya teenlit, sementara saat itu selera bacaanku lagi kesastra-sastraan. Sampai udah rame diperbincangkan kalo novel laris ini bakal difilm-in, dan Dilan akan diperankan oleh Iqbal (ex CJR), yang sempet jadi kontroversi. Biasalah netijen, suka menghakimi duluan sebelum melihat (lah sama dong kaya gue), pada komentar Iqbal terlalu anak baiklah, kurang macho lah, Iqbal itu hamba Allah sementara Dilan itu bad boy, Iqbal terlalu cungkring dan manis, dst dsb yang kuyakin kalo Iqbalnya lihat cuma berkata "liat aja nanti..". Sampai sini masih nggak tertarik. Baru beberapa hari setelah filmnya rilis dan review orang-orang yang awalnya meragukan Iqbal putar haluan dan appreciate aktingnya (dan akting Vanesha tentunya), barulah rasa penasaran itu muncul. 

Semenjak diri ini dihantui rasa penasaran oleh komen orang-orang yang udah pada nonton dan bilang bahwa Iqbal - Vanesha ini bagus (awalnya sempet curiga jangan-jangan memang ini strategi promosinya) langsunglah ngebut baca kedua novelnya; Dilan 1990 dan Dilan 19 dalam dua hari saja. Kesan pertama? Manis, meski ada garing-garingnya dan sedikit bosen di tengah cerita, terlebih karena gaya bahasa Dilan yang memang diceritakan sangat baku, sementara gaya bertutur penulisnya menggunakan bahasa lisan Milea yang lisan banget. Walaupun gitu, novel ini masih punya kekuatan untuk menarik pembacanya menyelesaikan sampai ke halaman terakhir, bahkan lanjut ke buku kedua. Karena udah ada gambaran bahwa Dilan = Iqbal dan Milea = Vanesha, ketika mencoba imagine pun udah mereka berdua yang kubayangkan. Nggak tahu sih ini jadi plus atau minus poin, tapi mereka berdua melakukannya dengan baik. 

***

Post ini bukan mau review filmnya dari segi kualitas, akting, set, musik atau apapun yang berkaitan dengan visualnya, tapi lebih ke menceritakan ulang, apa sih yang kamu rasain kalau kamu perempuan usia 25++ bukan lagi remaja tapi ikutan nonton Dilan? Dan inilah beberapa kesan, pelajaran dan pesan dari film #Dilan1990, by the way, ini spoiler alert ya! 

1. Jutek itu salah satu skill yang boleh wajib dimiliki cewek-cewek.
Pandangan lurus ke depan, sok cuek... tapi dalam hati penasaran. Dasar cewek!

Adegan juteknya Milea saat pertama kali disapa Dilan di jalan menuju ke sekolah ini memang sangat close to reality sih. Di buku sebenernya diceritakan Milea tetap berusaha ramah seperlunya, walaupun males banget disapa sama strangers, tapi di film Milea jauh lebih jutek dari yang kubayangkan, dan itu normal. Sementara bagi para cowok, cewek yang jutek saat dideketin biasanya akan dicap jual mahal. Padahal, itu salah satu bentuk pertahanan diri lho. Apalagi kalo yang ngedeketin itu belum kenal dan pdkt dengan cara-cara yang terbilang nekat. Belum-belum udah ngajak boncengan, belum-belum udah dateng ke rumah. Tapi percayalah, kalau cara-cara yang kalian pakai memang mengena, perlahan-lahan kejutekan itu bakal lumer dengan sendirinya.

2. Bandel itu pilihan, berprinsip itu harus. 
Kuakui dia memang sedikit terlalu manis untuk jadi anak geng motor, tapi "preman" kan ga musti jelek toh?
Dari sisi Dilan yang digambarkan sebagai anak nakal, tengil, anggota geng motor, ke sekolah cuma bawa satu buku, emosian, suka berantem, langganan ke guru BK, tapi di sisi lain pinter, pengetahuannya luas, sopan sama orang tua, helpful, punya sikap dan prinsip hidup yang kuat itu adorable banget. Dilan ini tahu banget kapan dia harus act as panglima tempur, yakni saat dia lagi sama temen-temennya, kapan dia harus jadi pacar yang suka ngegombal sekaligus penjaga dari seorang Milea, kapan dia harus hormat ke orang tua, bagaimana dia bisa akrab sama semua orang, mulai dari guru, tukang koran sampai tukang pijet, dan orang seperti apa yang harus dihormati. Sebagai seorang gangster, Dilan nggak mau lho yang namanya mendekati cewek yang sudah berpacar. Itulah kenapa dia menjauh saat denger kabar kalau Milea sudah jadi milik Nandan. Padahal dia kan gangster, kalo berantem sama Nandan juga pasti menang. Tapi dia respek (walaupun pada akhirnya lanjut pdkt setelah tahu Milea ternyata masih jomblo). Salut banget sih.

Ada juga satu kejadian di mana Milea cemburu karena Dilan pergi boncengin Susi (cewek yang naksir dia), saat Milea nggak masuk sekolah. Setelah diusut, saat itu Dilan cuma berniat bantuin Susi yang harus buru-buru ke rumah sakit karena ortunya sakit, sementara di jaman itu nggak banyak anak SMA yang ke sekolah bawa motor. Dengan bijaknya Dilan bilang, "Tidak mencintai bukan berarti membenci kan?" dan seketika kecemburuan dan keresahannya Milea sirna dan berubah jadi kekaguman, itu juga karena Milea yakin Dilan bukan tipe orang yang suka modus ke banyak cewek. Sementara kita di sini, berapa orang yang rasa sayangnya ke mantan pacar atau mantan gebetan udah berubah jadi benci dan berakhir dengan saling block kemudian bermusuhan dan saling menjelek-jelekkan? JADI MALU HAHAHA. 

3. Punya anak nakal, bukan berarti harus dilarang-larang.
Belajar dari Milea, gimana caranya pedekate ke orang tua pacar. Asli dia jago banget merebut hati calon mertuanya.

Yang aku suka juga dari film ini adalah penggambaran Bundanya Dilan, kalau di novel Ayahnya juga beberapa kali muncul sih. Bunda yang notabene adalah seorang Guru ini, sadar betul kalau anaknya bandel, sering dipanggil guru BP, diskors, bahkan sampai masuk kantor polisi. Tapi sebagai orang tua, nggak lantas melarang-larang, mengekang atau kemudian jadi kasar dan main hukum. Buktinya si Dilan ini tetap dekat banget sama Bundanya, sering cerita-cerita tentang Milea, juga berani bercandain Bundanya. Salut juga sih sama prinsip si Bunda "Kita nggak boleh menghakimi anak tanpa tahu latar belakangnya." Kalau di jaman now, ibunya si Dilan pasti sering digosipin tetangga dengan headline "Ih ibunya guru kok anaknya bandel. Bisa ngedidik anak orang tapi nggak bisa didik anak sendiri, gitu." As long as anaknya bisa bertanggungjawab dengan semua hal yang dia lakukan dan di satu sisi tetep berprestasi dan hormat ke orang tua, sok atuh mau ngapain. Bebasin aja, namanya juga anak-anak. Daripada nakalnya pas udah tua, lebih malu-maluin lagi ya kan? Dalam hatiku, "I'm gonna be this kind of cool mama when I have kids, like seriously!" Menurutku ini satu sikap yang boleh ditiru jika sudah punya anak nanti. 

4. Wahai lelaki, kalian akan terlihat jantan saat bisa membuktikan kata-kata kalian. 
Cari cowok tuh yang kayak DIlan. Dilan yang nggak hanya suka ngegombal, tapi tau gimana  membuktikannya, dan tahu gimana memperlakukan Milea sebagai wanita yang disayangi dan dihormati. Bilang mau jagain, maka dia kirim tukang pijet saat Milea sakit. Termasuk ketika dia berantem sama Anhar (yang notabene adalah temen nongkrongnya) sebagai pembalasan karena Ayang udah nampar Milea sekaligus sebagai pembuktian dari janjinya :
"Jangan bilang ke aku ada yang menyakiti kamu, karena besoknya orang itu akan hilang.
atau ini
"Jangankan Anhar, kepala sekolah nampar Lia, KUBAKAR SEKOLAH INI!!!" - sambil nunjuk ke Anhar penuh emosi, sampai kepala sekolahnya keder. 

Asal kalian tau aja, setiap adegan berantem, ke-cute-annya Iqbal langsung berubah jadi kemachoan yang HQQ.

Di satu sisi memang emosional sekali, too much mungkin buat sebagian orang. Tapi itulah Dilan, selain karena masih remaja labil. dia juga punya cara sendiri untuk membuktikan semua janjinya ke Milea lewat keberaniannya. By the way, di scene Dilan marah-marah di ruang kepsek ini bikin merinding. Lah aku kalo dibelain sama cowok segitunya juga pasti langsung sayang lah. 
Dilan yang kaya gini otomatis ngebanting Beni (mantan pacarnya Milea) yang puitisnya udah ngebosenin, njiplak pula. Udah gitu, walaupun sama-sama emosional, tapi emosionalnya marah-marah karena cemburu sampai berani ngata-ngatain pacarnya sendiri, emosional yang egois, beda kelas gitu sama Dilan.  
Semoga Dilan cukup membuka mata kakak-kakak cowok yang pada suka menebar janji tapi nggak ditepati itu yha ~

5. Bad boys itu menantang untuk dipacari, walau mungkin beresiko tinggi untuk dinikahi, UHUK.
Pacaran sama cowok yang dicap "nakal" atau "bandel" itu memang sensasinya beda. Sering was-was kalo dia berantem atau bikin masalah, tapi di satu sisi bangga karena itu menunjukkan keberaniannya. Yang pernah mengalami pasti tahu rasanya gimana pengen bilang ke seluruh dunia "Dia pacar gue," saat orang-orang ngomongin segerombolan nakal yang diskors dari sekolah, atau saat mereka petentang petenteng dengan seragam yang dikeluarin dan sedikit rebel karena melawan aturan sekolah. Ya kesel, tapi juga ada rasa bangganya, semacam pride. Walaupun pada akhirnya kamu juga akan sedikit "mengatur" karena ingin dia lebih baik. 

Kenapa beresiko untuk dinikahi? Orang-orang macam Dilan ini ketika dewasa pasti banyak yang nggak suka, karena doski terlalu berani dan idealis banget. Apalagi di dunia kerja, banyak musuhnya. Bukan nggak mungkin orang-orang kaya gini akan sering "dimusnahkan" oleh mereka yang merasa tersaingi. Resikonya bukan masalah hati yang takut diselingkuhi atau semacamnya, tapi sebagai pasangan pun harus punya nyali juga kan buat mendampingi pribadi yang seperti ini? 


5. Dear tante-tante, walaupun Dilan masih muda, tapi kuingetin ya, jangan lupa napas setiap scene Dilan lagi senyum.

Nantik kamu matik. Bener lho, jangan lupa, walau itu sulit. Setiap kali Dilan atau Iqbal sih (I really feel Iqbal and Dilan is the same person) senyum untuk atau karena Milea, daku rasanya langsung merosot dari kursi bioskop, lumer sampai ke dalem dalem! Untuk hal ini, kemampuan Iqbal menggambarkan karakter Dilan dan chemistry antara Iqbal Vanesha walau hanya lewat mata, memang patut diapresiasi. Seakan binar mata Iqbal as Dilan itu akumulasi dari keberaniannya sekaligus betapa dia mengagumi Milea, dan sebaliknya. Seriously. Aku kalo masih SMA ditatap cowok dengan mata yang kaya gitu sih, walau lagi ngambek juga pasti langsung luluh. 

Ada 4 senyum Dilan yang jadi favoritku (HAHAHA SAMPAI HAFAL) :
Pertama - Waktu Milea pertama kali sebut nama "Dilan" di telpon 
(Bayangin deh, kamu naksir orang, belum kenalan. Tapi tiba-tiba kamu mendengar orang itu menyebut namamu. Walaupun kamu ga bisa lihat mukanya, tapi kamu-pasti-akan-senyum-bahagia-sekaligus-geer
Kedua - Waktu Dilan kaget Milea cium tangannya dan Dilan bilang "doain ya" ke Bi Asih
Ketiga - Waktu Dilan seleksi lomba cerdas cermat dan senyum-senyum ke Milea yang ada di kursi penonton. 

How can you not fallin in love with this kinda of smile? 
Keempat - Waktu Milea dan Dilan makan malam bareng keluarga Dilan terus mereka saling pandang dan Dilannya senyum. ALLAHUAKABAR kalo kata sodara sodari muslimku mah. Dek, tolong ajari semua laki-laki di dunia ini menatap kekasihnya dengan pandangan yang kamu punya Dek. 

6. When you were being underestimated, you have a big chance to proof that they were wrong!
Kalau yang ini, pelajarannya dari Iqbal sih. Setelah jutaan orang meragukan kemampuannya berperan sebagai Dilan (kabarnya mengalahkan Adipati), Iqbal sukses banget membuat orang-orang itu jilat ludah sendiri dengan akting yang : BOOM! Slay, man! 
Tatapannya, tingkahnya, gesturenya sesuai banget dengan penggambaran dari novel Dilan, at least menurutku dan tante-tante selebgram dan selebtwit lain yang kulihat juga kena virus Dilan beberapa hari ini, HAHAHA. Lalu bagaimana mungkin aku tidak keterusan fangirling dek Iqbal dengan cari lebih banyak info tentang dirinya, dan kemudian seperti netijen yang lain mengharapkan Iqbal dan Sasha ini beneran pacaran. Macam abege sajalah aku nih bertingkah demikian, tapi itu real. Itulah efek kebolehan akting Iqbal dan Vanesha, yang mengandung unsur auto melting dan auto gemes ini.  I just can't resist. Itu namanya The Perks of being underestimated, and they made it!
Menggemaskan, menghangatkan, dan langsung setuju kalo mereka pacaran beneran. Kenapa aku jadi gini ya Lord?

In short, aku sangat tidak menyesal sudah menonton film ini (dan ingin nonton lagi supaya berasa digombalin Dilan) meski harus bareng dengan dedek-dedek yang masih berseragam putih abu-abu. Menghibur, menyenangkan, dan itu tadi, mengandung unsur auto-melting dan auto-gemes, YAKINLAH! Kecuali kamu lagi krisis kepercayaan sama cowok manapun di dunia ini.

Gambar-gambar di post ini aku screen capture dari trailer resminya di sini :


Lalu sebagai bukti kalau aku jadi fangirling dedek Iqbal, aku juga jadi senyum-senyum sendiri setiap denger lagu yang dia nyanyiin untuk soundtrack film ini :


Nontonlah, mumpung masih ada di bioskop. Percayalah film ini bukan cuma untuk mereka yang masih SMA, tapi juga untuk kita yang udah (nyaris) tante-tante. 


1 komentar:

Boleh saya izin share tulisannya di FB, Mbak ?

REPLY

what should not be forgotten . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates