Sep 13, 2015

Suatu hari sebuah pesan singkat masuk ke grup line saya.
"Tit, sebelum balik jogja kamu kudu ke gereja dulu. Besok ke gereja katedral yuk!" Menggelitik namun tepat sasaran, karena memang selama ini saya jarang ke gereja.

Jadilah pada hari Minggu 13 September kemarin, saya mengunjungi Sang Pemberi Hidup. Seingat saya terakhir kali saya mengunjungi tempat ini adalah Natal 2014. 

Belum banyak yang berubah, tapi ada perbedaan yang cukup signifikan mengikuti ekaristi di pagi hari dan siang hari di tempat ini. Pagi itu, saya dan teman-teman mengikuti misa jam 9. Suasananya masih sejuk, kicau burung berkali-kali terdengar menambah syahdu rumah doa ini. Kebetulan kami semua juga datang sekitar 30 menit sebelum misa dimulai, sehingga masih banyak tempat duduk kosong tersisa. 

Seusai misa, kami tentu tak melewatkan kesempatan untuk foto bersama mengingat betapa klasik dan tersohornya gereja katedral ini. Kebetulan saya sengaja membawa #sonya5000 saya, dan bergegas mengambil beberapa gambar untuk nanti diunggah ke instagram. Namun betapa kagetnya saat saya ingin mengecek foto-foto yang saya ambil, ternyata memory card si #sonya5000 tidak ada di tempat. IIHHH! Pasti bisa membayangkan betapa kesalnya saya saat itu kan? Barulah saya ingat bahwa memory cardnya masih tertinggal di tas kerja. Yah sudah, sia-sia foto-foto yang tadi sempat saya ambil, untungnya tidak banyak.

Gereja Katedral Jakarta, gereja klasik tersohor yang tidak pernah sepi. 


Santapan rohani sudah terpenuhi, nah saatnya mengisi perut dengan santapan jasmani. Karena hari ini adalah acara yang penuh rencana, saya pun sudah merencanakan untuk mengajak teman-teman makan klasik di gang sempit daerah Glodog. Nama tempatnya Kopi Es Tak Kie, sepertinya tempat ini adalah salah satu warung kopi sekaligus tempat makan babi tertua di Jakarta. Penampilannya jauh dari kesan fancy, bahkan untuk menuju kesana kita harus berjalan kaki melewati gang sempit yang juga banyak menjual masakan dengan daging babi.

Nasi campur, harganya sekitar 30ribuan dan es kopi susu sekitar 17 ribu. 


Sayangnya hari itu kami kurang beruntung karena hanya tersisa bakmi dan nasi tim. (Jika ingin kesana datanglah lebih pagi karena ternyata tempat ini juga hanya buka sampai jam 2). Karena tidak begitu tertarik dengan bakmi, saya mengiyakan tawaran nasi campur dari seorang bapak-bapak tua yang tiba-tiba masuk ke dalam restoran ini dan menawarkan makanan lain. Rupanya dia juga berjualan di depan restoran. Salah seorang teman saya memesan sebak, isinya daging dan jeroan babi yang diolah dengan kuah ala tionghoa. Seporsi harganya Rp 40.000 dan bisa dimakan beramai-ramai. 

Satu per satu pesanan kami datang. Nasi campurnya sedikit mengecewakan karena saya berharap bisa makan nasi campur dari Kopi Es Tak Kie. Tapi lumayanlah sebagai pengibur. Yang juara adalah Es Kopi Susunya, meskipun pucat namun ternyata rasa kopinya begitu kentara. Serasa surga bagi saya yang pecinta kopi. 

Sesaat sebelum piring kami tandas, salah seorang teman datang menyusul. Tak lupa dia bercerita bagaimana sulitnya mencari tempat ini. Beberapa menit kemudian, datang lagi salah seorang teman saya yang juga mengeluhkan hal yang sama. Keduanya bertanya-tanya, siapa sih yang berinisiatif makan di tempat se-tersembunyi ini? - dan saya hanya menjawab dengan senyuman. 

Belum puas duduk dan saling bertukar kabar, kami melanjutkan acara untuk membuat konser privat alias karaoke. Ini juga sudah saya agendakan sebelumnya . Karaoke bersama teman-teman lama adalah salah satu terapi paling manjur saat begitu banyak emosi dan perasaan yang ingin disampaikan, atau singkatnya curhat terselubung. 

Tembang-tembang lawas seperti One Sweat Day, lagu kenangan masa SMA seperti High School Never Ends, hits top billboard yang diwakili Sugar, hingga lagu yang biasa digunakan untuk dugem seperti Live It Up tak luput masuk ke dalam playlist kami. Semua seakan lepas kendali dan membebaskan ekspresinya masing-masing. Dua jam terasa cukup, cukup untuk membuat suara kami serak setelahmenyalurkan hasrat kami semua.

Udah tua, masih aja suka selfie di dalam lift. 


Satu hal yang saya sadari dari main sehari dengan teman-teman SMA saya, adalah sekeras apapun hidup, sekeren apapun pekerjaan kami sekarang, saat bertemu kembali kami tidak pernah berubah. Dan saya yakin, sahabat-sahabat SMA adalah orang-orang yang akan menjadi sahabat sepanjang hidup saya. Terima kasih untuk hari ini, gengs!









what should not be forgotten . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates