May 17, 2016

Kunjungan sebulan sekali ke Asrama Putri untuk menengok adik tercinta bagi saya termasuk kesempatan istimewa. Selain untuk menemui si bungsu yang tingkah dan tutur katanya selalu bikin geleng-geleng kepala, ke Muntilan selalu jadi ajang nostalgia. Nostalgia lho ya, bukan Kelingan Sing mBiyen mBiyen, eh. 

Namun hari kemarin (9/3/16), ada yang sedikit berbeda. Kebetulan dapat ijin dari ibunda pacar untuk menculik anaknya supaya boleh ikut serta berkunjung ke Muntilan meskipun dirinya masih dalam masa pemulihan setelah sakit. Kebetulan lagi saya dan dia dulunya sama-sama bersekolah di Van Lith. Kebetulan lagi kami sebetulnya dulu pernah seatap walaupun hanya satu tahun dan itu pun tanpa saling mengenal. Kebetulan lagi, sekarang kami tak hanya saling kenal, malah sudah pacaran, halah. 

Memasuki Jalan Pemuda Muntilan, aroma nostalgia sudah mulai tercium. Melewati toko-toko yang masih belum berubah dari semenjak saat kami masih boleh ‘turun ke bawah’ hanya setiap Kamis, Sabtu dan Minggu. Bertemu wajah-wajah khas Van Lith yang tanpa kami perlu tahu namanya, bisa dideteksi dari gaya berpakaian dan berjalannya. Melintas di depan lapangan PEMDA tempat saya jatuh sewaktu pelajaran olahraga, tempat dia banyak berlatih bola, secara dulunya doi anak timnas bola. Dan tentunya, melintas di depan mantan sekolah tercinta yang makin tahun bangunannya makin baik dan terawat. 

Sesuai dengan isi sms yang saya sampaikan ke ibundanya, tujuan pertama kami adalah meminta doa dan restu di makam Kerkof. Bagi anak-anak Van Lith, makam ini menjadi salah satu tempat wajib kunjung ketika akan menempuh ujian atau ulangan. Kami biasa berdoa di pusara Romo Van Lith, ataupun pusara Romo Sandjaya. Saya rasa semua anak Van Lith pasti tahu istimewanya tempat ini. Sederhana memang, namun rasanya keinginan untuk berdoa berdua di tempat ini kesampaian, bagaikan tabungan untuk nikah sudah terisi setengahnya. Eh ~~

Tak mau rugi, kami pun menyempatkan diri mengambil gambar di depan sekolah. Meskipun tidak saling kenal saat masih sama-sama bersekolah di sini, tapi tanpa sekolah ini kami tentu tidak akan pernah bertemu. Tentu kami tak mau melewatkan kesempatan untuk menjelajah bangunan sekolah yang semakin bagus. Menginjak-injak dan bahkan berfoto di lapangan rumput yang dulu terlarang, melintasi lorong kapel yang hingga kini masih digunakan adik-adik untuk berpacaran, hingga berfoto di depan patung Romo Van Lith. 




Sungguh kesempatan nostalgia yang menyenangkan, mengingat bahwa tempat ini punya banyak andil dalam perjalanan kami masing-masing, sampai di hari ini.

Terkadang untuk bahagia memang cukup yang sederhana saja. Romo Van Lith, terima kasih telah mengikat kami.






what should not be forgotten . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates