Jun 27, 2016

Life is what happen when you’re busy making the other plans. – itulah kenapa kami berdua lebih suka melakukan perjalanan impulsive daripada terencana (selain karena yang direncanakan biasanya gagal, atau nggak asik seperti yang waktu itu, syalala ~ )


Bosan pantai, pilihan kami (mungkin 75% saya yang maksa sih) untuk #belajarjalanjalan kali ini jatuh ke Gunung. Hitung-hitung pemanasan sebelum nanti entah kapan kesampaian untuk bisa ke Dieng. Karena judul kali ini adalah pemanasan, saya jadi kelupaan untuk pemanasan dan persiapan fisik apapun. Seminggu sebelum naik gunung, kegiatan ya masih gitu-gitu aja, duduk depan laptop dari jam 9 sampai jam 6. Boro-boro lari pagi, bangun pagi aja susahnya bukan main.

Tiba di hari H-nya, perjalanan kami super selow. Berangkat nggak pagi-pagi amat, pun banyak mampirnya di tengah jalan. Yang makan soto di Jalan Magelang dulu lah, yang mampir ke pasar Muntilan dulu lah, sampai akhirnya tiba di basecamp ketika jam sudah menunjukkan pukul 10.30 dan lumayan terik untuk bikin kulit sawo matang ini makin gosong (untung sudah laku ya, jadi nggak takut item lagi, bye). 

Marah nggak mbak karena kepanasan? Uhm, ya pinginnya marah sih karena banyak mampir jadi sampai di basecamp udah siang, tapi boro-boro masih ada yang mau nganterin naik Gunung Geli-geli Dong ini (padahal dianya sudah pernah), kalau marah nanti diturunin di Van Lith terus suruh ngulangin sekolah di sana lagi 3 tahun, ogah saya mah.

Akhirnya, dengan sedikit kepedean bahwa fisik ini masih prima dan sugesti bahwa katanya ini “Cuma geli-geli doang”, nggak pake lama kami berdua langsung tancap gas bergerak dan mulai tracking. Belum sampai pos pertama, udah ketemu tangga-tangga yang sadisnya naudjubilah. Adem sih men, tapi jaraknya itu lho tinggi-tinggi. Mending escalator ya, yang ini kita yang harus bergerak biar bisa sampai. Alhasil dengkul yang udah memasuki masa mendekati pensiun ini mesti satu—satu naiknya. Dalam hati saya membatin, “Kalo ini mah bukan geli-geli. Jelas-jelas gembrobyos gini. Sialan dikerjain berondong!” Tapi cuma dalam hati aja, kalau ditanya masih senyum kepayahan sambil bilang “aku rapopo”.
Nih mbak, aku kasih yang cakep-cakep biar semangat sampai di puncak.


Umur boleh beda, tapi ingat betis kita dilatih dengan cara yang sama bro!


Yang bikin malu, di tengah jalan ketemu banyak anak-anak SD yang turun dari atas dengan cara berlari. Iya lari, kaya nggak punya beban apa-apa karena saya yakin mereka belum tahu rasanya bayar kartu kredit dan mahalnya sewa gedung buat nikah, iya kan dek? Nggak hanya itu, mereka sempet-sempetnya neriakin “Semangat kak!”. Nggak cuma sekali tapi hampir semua anak SD yang berpapasan dengan kami melakukan hal yang sama. Jadi sedikit curiga sih, jangan-jangan mereka emang udah disewa pacar saya buat nyemangatin karena doi tau saya bakal kepayahan. Yah, antara terharu dan tersinggung sih, dikit.

Meskipun sempet kepayahan, tapi sesungguhnya semua itu hanya acting. Setelah melewati hutan pinus yang bikin perasaan lebih adem meski tetap ngos-ngosan, saya sedikit lebih bersemangat. Dengkul udah cukup panas buat jalan lebih stabil sih. Yah, sekedar mengingatkan pacar sih kalau dulu kami digembleng dengan cara yang sama, jalan kaki Muntilan-Sendangsono setahun dua kali. Harusnya kekuatan fisik nggak jauh beda dong ya, kecuali usia yang nggak bisa disamakan. Mungkin bedanya sebelum kami bertemu dia melatih fisiknya dengan berkali-kali naik gunung, sementara saya melatih betis dengan keliling mall-mall supergede di Jakarta, oya, sama naik ke puncak Gili Lawa (harus banget disebutin, prestasi coy!)

Fast forward, akhirnya kami sampai juga di puncak dengan perasaan “Eh, beneran udah nyampe? Gini doang?” karena capeknya belum klimaks tapi ternyata perjalanan udah selesai. Jadi mungkin ini yang dimaksud geli-geli doang, Badan sih geli karena keringetan luar biasa sampai ga bisa bedain ini baju bersih atau baju bekas rendem semaleman.


Puncak pertama sama si dia-yang-tak-boleh-disebut-namanya-males-nanti-geer.


Ngapain mbak di atas sana? Yah, kaya traveler-traveler kekinian lainnya, foto-foto, ngupi-ngupi, foto-foto lagi, nekat ganti baju, numpang pipis, lari-lari, teriak-teriak alay, lendot-lendotan, tapi yang penting nggak buang sampah sembarangan. 

Jangan iri ya kalau kami #BelajarJalanJalan terus. Boleh aja kok kalau mau gabung, asal jangan telat kalau janjian ya, atau nanti si Bedul berubah jadi singa, sesuai zodiaknya, hehe. 

Udah gitu aja sombongnya kali ini. Siapa tau suatu saat nanti kita jalan-jalan berdua yang lebih jauh lagi ada yang biayain ya kak. Aminin ya kak. Ditunggu #BelajarJalanJalan lagi habis kakak selesai sidang skripsi ya kak. Love! 

Pose kakak-adek ala Van Lith yang modusnya pengen gandengan tapi malu.

2 komentar

((mahalnya sewa gedung buat nikah))*cengengesan sambil mlipir*

REPLY

*padahal ya belum pernah, cuma denger-denger dari yang udah pernah aja kak*

REPLY

what should not be forgotten . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates