Sweat Escape ke Gunung Geli-geli, Dong!
Life is what happen when you’re busy making the other plans. – itulah
kenapa kami berdua lebih suka melakukan perjalanan impulsive daripada terencana
(selain karena yang direncanakan biasanya gagal, atau nggak asik seperti yang
waktu itu, syalala ~ )
Bosan pantai, pilihan kami
(mungkin 75% saya yang maksa sih) untuk #belajarjalanjalan kali ini jatuh ke
Gunung. Hitung-hitung pemanasan sebelum nanti entah kapan kesampaian untuk bisa
ke Dieng. Karena judul kali ini adalah pemanasan, saya jadi kelupaan untuk
pemanasan dan persiapan fisik apapun. Seminggu sebelum naik gunung, kegiatan ya
masih gitu-gitu aja, duduk depan laptop dari jam 9 sampai jam 6. Boro-boro lari
pagi, bangun pagi aja susahnya bukan main.
Tiba di hari H-nya, perjalanan
kami super selow. Berangkat nggak pagi-pagi amat, pun banyak mampirnya di
tengah jalan. Yang makan soto di Jalan Magelang dulu lah, yang mampir ke pasar
Muntilan dulu lah, sampai akhirnya tiba di basecamp ketika jam sudah
menunjukkan pukul 10.30 dan lumayan terik untuk bikin kulit sawo matang ini
makin gosong (untung sudah laku ya, jadi nggak takut item lagi, bye).
Marah nggak mbak karena
kepanasan? Uhm, ya pinginnya marah sih karena banyak mampir jadi sampai di
basecamp udah siang, tapi boro-boro masih ada yang mau nganterin naik Gunung
Geli-geli Dong ini (padahal dianya sudah pernah), kalau marah nanti diturunin
di Van Lith terus suruh ngulangin sekolah di sana lagi 3 tahun, ogah saya mah.
Akhirnya, dengan sedikit kepedean
bahwa fisik ini masih prima dan sugesti bahwa katanya ini “Cuma geli-geli doang”,
nggak pake lama kami berdua langsung tancap gas bergerak dan mulai tracking. Belum
sampai pos pertama, udah ketemu tangga-tangga yang sadisnya naudjubilah. Adem sih
men, tapi jaraknya itu lho tinggi-tinggi. Mending escalator ya, yang ini kita
yang harus bergerak biar bisa sampai. Alhasil dengkul yang udah memasuki masa
mendekati pensiun ini mesti satu—satu naiknya. Dalam hati saya membatin, “Kalo
ini mah bukan geli-geli. Jelas-jelas gembrobyos gini. Sialan dikerjain
berondong!” Tapi cuma dalam hati aja, kalau ditanya masih senyum kepayahan
sambil bilang “aku rapopo”.
Nih mbak, aku kasih yang cakep-cakep biar semangat sampai di puncak. |
Umur boleh beda, tapi ingat betis kita dilatih dengan cara yang sama bro! |
Yang bikin malu, di tengah jalan
ketemu banyak anak-anak SD yang turun dari atas dengan cara berlari. Iya lari,
kaya nggak punya beban apa-apa karena saya yakin mereka belum tahu rasanya
bayar kartu kredit dan mahalnya sewa gedung buat nikah, iya kan dek? Nggak
hanya itu, mereka sempet-sempetnya neriakin “Semangat kak!”. Nggak cuma sekali
tapi hampir semua anak SD yang berpapasan dengan kami melakukan hal yang sama.
Jadi sedikit curiga sih, jangan-jangan mereka emang udah disewa pacar saya buat
nyemangatin karena doi tau saya bakal kepayahan. Yah, antara terharu dan
tersinggung sih, dikit.
Meskipun sempet kepayahan, tapi
sesungguhnya semua itu hanya acting. Setelah melewati hutan pinus yang bikin
perasaan lebih adem meski tetap ngos-ngosan, saya sedikit lebih bersemangat. Dengkul
udah cukup panas buat jalan lebih stabil sih. Yah, sekedar mengingatkan pacar
sih kalau dulu kami digembleng dengan cara yang sama, jalan kaki
Muntilan-Sendangsono setahun dua kali. Harusnya kekuatan fisik nggak jauh beda
dong ya, kecuali usia yang nggak bisa disamakan. Mungkin bedanya sebelum kami
bertemu dia melatih fisiknya dengan berkali-kali naik gunung, sementara saya
melatih betis dengan keliling mall-mall supergede di Jakarta, oya, sama naik ke
puncak Gili Lawa (harus banget disebutin, prestasi coy!)
Fast forward, akhirnya kami
sampai juga di puncak dengan perasaan “Eh, beneran udah nyampe? Gini doang?”
karena capeknya belum klimaks tapi ternyata perjalanan udah selesai. Jadi
mungkin ini yang dimaksud geli-geli doang, Badan sih geli karena keringetan
luar biasa sampai ga bisa bedain ini baju bersih atau baju bekas rendem
semaleman.
Puncak pertama sama si dia-yang-tak-boleh-disebut-namanya-males-nanti-geer. |
Ngapain mbak di atas sana? Yah,
kaya traveler-traveler kekinian lainnya, foto-foto, ngupi-ngupi, foto-foto
lagi, nekat ganti baju, numpang pipis, lari-lari, teriak-teriak alay,
lendot-lendotan, tapi yang penting nggak buang sampah sembarangan.
Jangan iri ya kalau kami
#BelajarJalanJalan terus. Boleh aja kok kalau mau gabung, asal jangan telat
kalau janjian ya, atau nanti si Bedul berubah jadi singa, sesuai zodiaknya, hehe.
Udah gitu aja sombongnya kali ini. Siapa tau suatu saat nanti kita jalan-jalan
berdua yang lebih jauh lagi ada yang biayain ya kak. Aminin ya kak. Ditunggu
#BelajarJalanJalan lagi habis kakak selesai sidang skripsi ya kak. Love!
Pose kakak-adek ala Van Lith yang modusnya pengen gandengan tapi malu. |
2 komentar
((mahalnya sewa gedung buat nikah))*cengengesan sambil mlipir*
REPLY*padahal ya belum pernah, cuma denger-denger dari yang udah pernah aja kak*
REPLY