May 18, 2017

"Selain Tuhan tentunya, waktu dan kenangan adalah hal yang paling berkuasa dalam mengacak-acak hati kita."

Setelah melewati perbincangan dari hati ke hati dengan seorang teman dekat, tentang masalah-masalah hidup, keuangan, pekerjaan dan bagaimana menjadi orang dewasa, malam ini saya tergerak untuk membuka file-file di laptop lama, buat hiburan. Diawali dari foto-foto lama, senyum saya terkembang, sedikit tertawa-tawa sendiri saat mencoba mengingat peristiwa apa yang terjadi di dalam gambar. Tak luput pula, draft-draft tulisan lama yang bersarang di folder BLOG turut saya buka. Waktu itu, saya masih rajin-rajinnya menulis dan nyaris semua kejadian saya dokumentasikan dalam bentuk cerpen, narasi atau sekedar quotes. Bahkan curhatan lewat YM aja saya dokumentasikan (baca : dicopy ke word lalu disave), cheesy banget ya saya. 

Tapi beruntung lho, gara-gara kerecehan dan ke-cheesy-an saya di masa muda, ternyata ada hikmah yang bisa dipetik. 

Belakangan ini banyak hal yang kerap saya keluhkan, entah itu masalah pekerjaan, keuangan, keluarga dan lain-lain. Selalu saja ada celah untuk merasa kurang, kurang dan kurang, sehingga saya lupa bersyukur. Lalu ketemulah file curhatan receh saya dengan salah seorang sahabat semasa magang. Di catatan itu tertulis "Pokoknya, kalo ada apa-apa, kamu cerita lah sama aku. Kamu tu udah aku anggep adekku sendiri, walaupun aku gak ada dewasa-dewasanya." dan ditutup dengan ketawa-ketawa emote karena teman saya ini aslinya memang konyol, dan nggak romantis. Lalu di akhir chat, saya membalas "Walaupun kamu tu aslinya nyebelin banget, tapi aku sayang lho sama kamu." Btw, sahabat saya ini perempuan ya. Membaca itu, hati saya seperti bereaksi. "Gilee, pernah ya gue seromantis ini sama sahabat."

Lalu saya seperti dibawa mundur pada moment yang membuat saya dan sahabat saya itu bisa curhat-curhatan sampai ekspresi kami saling sayang (agak geli nulisnya) sebagai sahabat itu keluar, dan rasanya, it was so deep. Ternyata perasaan kita sebagai manusia itu teramat sangat kaya ya. Ngomongin rasa cinta dan sayang aja, kita bisa pilah-pilah sayang ke siapa, sahabat, pacar atau keluarga, dan semuanya pasti terekspresikan dengan cara yang berbeda. Pengalaman-pengalaman buruk dan tidak menyenangkan juga memperkaya kita dengan cara yang berbeda bukan? Lewat kehilangan, perpisahan, disakiti, kita belajar menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Tak lepas juga peristiwa yang kita alami, selalu ada campur tangan sahabat-sahabat terdekat.

Berangkat dari cuplikan curhatan masa lalu, saya pun mencoba mengontak sahabat saya tersebut. Dan nostalgia dimulai. Walaupun sedikit canggung pada awalnya (karena kami memang sudah sangat jarang berkomunikasi), tapi pada akhirnya obrolan itu mengalir deras. Nostalgia-nostalgia kebodohan yang sering kami lakukan bersama, hingga sebuah rencana untuk bertemu kembali.
Saat masih bekerja di advertising agency, kami sering dipasangkan sebagai satu team, saya sebagai copywriter dan dia sebagai graphic designer. Meskipun begitu, sepertinya tidak ada satupun proyek kami berdua yang dapat diselesaikan dengan tenang dan tanpa adu mulut. Rasa-rasanya saya lebih sering berantem dan saling cela daripada diskusi tenang soal pekerjaan. Tapi jangan salah, kami juga produktif, produktif menghasilkan karya-karya yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. Misalnya comic strip dengan latar cerita keseharian di kantor dulu. 


Tak lama setelah komik ini release, blackberry dan laptop dalam gambar ini pun hilang :')
Kami berdua juga yang paling sering dimarah emak (panggilan untuk atasan kami tersayang), karena tidak pernah ada di meja dan sibuk keluyuran. Jargon "Kembali ke pohon!" kala itu cukup untuk membuat kami nurut dan segera kembali bekerja. 


Digambar di tembok kantor, tanpa memikirkan bahwa tembok adalah properti kanto :)))

Tak lama setelah fase menye-menye karena kangen ketemua tapi gengsi bilang, akhirnya kami berhasil makan siang bareng, setelah tertunda nyaris sebulan. Kebetulan kami mengagendakan makan siang bareng bos kami dulu juga, ternyata meskipun banyak hal yang sudah berubah dalam hidup kami, (baca : saya), masih banyak pula yang sama. Bedanya, kini dia sudah menikah dengan pacarnya (yang lebih muda juga) yang dulu saya kenal saat kami masih magang bersama. Dan saya sudah bersama mas Rere (yang juga lebih muda). Cie, cocoktologi.  Tapi sifatnya, kekonyolan kami tidak sedikitpun berkurang meskipun usia terus bertambah. Saling cela dan saling hina, yang sepertinya tidak akan berubah sedikit pun, masih sama. Oya, semenjak dulu masih magang, sahabat saya ini yang paling rajin mengingatkan saya ke gereja dan berdoa sebelum makan. Pun sebaliknya, saat kerjaan di kantor sedang banyak-banyaknya, saya yang paling berjiwa malaikat untuk mengingatkan dia agar tidak lupa sholat. See, perbedaan keyakinan bukanlah penghalang kita untuk menjalin relasi dengan seseorang (mumpung momennya lagi pas banget).


Pertemuan kami di hari ulang tahunnya
Ini bukan pertama kalinya, saya punya sosok sahabat dekat yang walau kini tidak lagi satu kampus, atau satu kantor tapi nyatanya tak pernah saya lupakan. Ini bukan pula pertama kalinya saya merasa bersyukur sepanjang hidup dikelilingi orang-orang yang setia dan selalu ada (didasari pada penelitian bahwa orang-orang yang muncul di kebanyakan foto saya hanya itu-itu saja). Dan bukan pertama kali saya menyadari bahwa saya selalu menyimpan perasaan-perasaan terdalam, untuk sahabat-sahabat tersayang. Sebuah penghormatan untuk mereka yang tak pernah jenuh menemani saya dalam keadaan apapun, di fase hidup yang manapun. Rasa sayang untuk orang-orang yang selalu menemani kita itu nyata. Dari mereka kita belajar, bertukar pengalaman, berbagai perasaan, dan itulah yang membuat hidup kita kaya rasa.


"Akan selalu ada suatu keadaan, kenangan dan orang-orang tertentu yang pernah singgah dalam hati kita dan meninggalkan jejak langkah di hati kita dan kita pun tidak akan pernah sama lagi seperti kita sebelumnya" — Dony Dhirgantoro, 5 cm (hal. 4)

what should not be forgotten . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates