Let's Go Agogo to Bromo, Bro!
Setelah kesibukan shooting AADC 2, akhirnya
punya waktu juga mewujudkan cita-citaku ke Bromo. Siapa lagi kalau bukan karena Rere, Kapten
#belajarjalanjalan yang baik hati memenuhi satu demi satu wishlist
jalan-jalanku. Cie! (That’s a cheesy
opening rite?)
Semua berawal dari kejelian mata
melihat tanggal merah di bulan September. Namanya juga buruh, corporate slave,
remahan rengginang di dalam kaleng khong huan, apalah itu. Diri ini paling
nggak bisa banget lihat tanggal merah terbuang percuma, karena akan menyebabkan
jiwa kebebasan merasa dikhianati.
Kamis Malam, 31 Agustus 2017
Berkedok menengok Rere yang saat
itu lagi menempuh kursus Bahasa Inggris, kamis malam, sepulang kantor, saya berangkat meskpun agak sedikit terlambat. Begitu duduk di
travel dan ngabarin sana sini, *click*, handphone dimatikan dan saya tidur
dengan tenangnya meninggalkan berpuluh-puluh whatsapp group kerjaan, beserta
email yang sudah dilogout terlebih dahulu *smirk*. Yaeyalah Jon, long weekend!
Pokoknya liburan kali ini udah sepenuh hati niat nggak mau diganggu kerjaan
sedikitpun, se-di-kit-pun!
Jumat, 1 September 2017, 04.00 WIB
Udara dingin menyambut dengan ramahnya,
tepat begitu pintu travel dibuka di depan sebuah rumah dengan plang “BULE
HOUSE”. Selamat datang di Kampung Inggris, Pare, kataku pada diri sendiri
sebelum akhirnya Rere datang menjemput. Jangan harap ada adegan kangen-kangenan
karena kami sudah langsung mengambil motor rentalan dan memulai perjalanan ke Kediri meskipun mata
masih lengket dan dinginnya menusuk, but let’s go!
Belum mandi, belum tidur, belum sikat gigi, masih sayang. |
Monumen Ard De Triomphe Paris ala Kediri |
06.30 WIB, Gua Maria Pohsarang
Popmie memang selalu jadi andalan saat perut kelaparan |
Couple who pray together, stay together, amen! |
Meskipun isinya “hanya” gereja,
gua maria, pendopo, dan area jalan salib, ternyata butuh waktu juga untuk
mengelilingi semuanya. Beruntung kami tiba sebelum jam delapan pagi, karena
setelah itu, beberapa rombongan bus mulai berdatangan dan kami pun bergegas
pulang.
10.00 WIB, Depot Swike Mak Alay
Sebelum kembali ke Pare, kami
sempat berniat mampir ke tempat-tempat lain seperti Gereja Merah dan Taman
Bunga Matahari. Sayang, keduanya tidak bisa dikunjungi. Bahkan Taman Bunga
Matahari sudah tidak ada lagi, dan baru akan ditanami lagi.
Depot Swike Mak Alay, jadi
destinasi pengganti yang maha penting. Penting bagi yang belum makan dari
kemarin. Seporsi swike tauco dibandrol harga sekitar dua belas ribuan, dan per
potong swika goreng tepung diharga 5000. Kenyang dan bego, saking banyaknya
yang kami makan. Saya sih, lebih suka dengan goreng tepungnya, karena tauconya
masih kurang mantap. Tapi kayaknya sih, kodok di Kediri nggak ada yang diet,
karena dagingnya lebih banyak dan jauh lebih besar dari swike yang jadi
langganan kami makan di Jogja.
19.00 WIB, Bule House
22.00 WIB (Travel Dieng)
Ngaret dua jam dari waktu yang
dijanjikan, sempat bĂȘte dan bikin muka ditekuk, akhirnya travel ini datang
juga. Penuh 14 orang ditambah supir, kami semua akan menuju ke Bromooo!!
Baiklah, ini malam kedua saya tidur di travel, dan saya sudah tidak sabar untuk
#BelajarJalanJalan!
03.00 AM WIB, Penanjakan Bromo
Meski ngaret, anehnya travel kami
tetap sesuai jadwal. Pukul 03.00 dini hari kami sampai di spot penanjakan
Bromo, dalam udara super dingin meski sudah berjaket, berkupluk ditambah sarung
tangan dan berpelukan, ehem. Yang saya heran, ada juga teman serombongan yang
bahkan tidak mempersiapkan baju hangat, dan bersikeras tidak mau turun dari
travel karena masih dingin. Jadi ke sini rencananya mau ngapain sih mas? Tapi
sepertinya jika kita datang ke sini tanpa persiapan, tidak perlu khawatir juga
sih. Mulai dari penjual kupluk, syal, sarung tangan, sampai jasa penyewaan
jaket sudah lengkap. Rata-rata dibandrol mulai dari harga Rp 20.000-an. Hati-hati,
yang bikin kita boros di sini bukanlah makannya, tapi biaya wc umum yang
mematok harga Rp 3000,00 setiap kali buang air kecil.
Perjalanan ke atas dilanjutkan
menggunakan jeep, yang diisi delapan orang, sehingga kami harus dipisah dalam
dua jeep. FYI, track menuju penanjakan dipenuhi jeep-jeep lain yang berjajar
sepanjang jalan alias ramai sekali! It’s
long weekend babe, everyone craving for a holiday!
Setelah 10 menit berjalan kaki
dari lokasi jeep diparkir, kami pun tiba di sunrise spot dengan ekspresi melongo,
karena sudah tak ada lagi tempat tersisa dan pemandangan di depan kami hanyalah
puluhan LCD handphone dan kamera yang bersiap menangkap sunrise. Untuuuung udah
pernah liat sunrise yang jauh lebih ciamik secara eksklusif di Prau, jadi kali
ini nggak ada penyesalan karena nggak bisa menikmati sunrisenya.
Situasi di sunrise point |
Menuju ke destinasi selanjutnya
kami sempat super bĂȘte, karena teman satu jeep kami ngaret lebih dari satu jam.
Jam 6 seharusnya kami sudah berangkat ke Bukit Cinta, tapi karena menunggu
anggota lengkap, kami baru berangkat sekitar jam 7.30 WIB dan langsung menuju
Pasir Berbisik dan Bukti Teletubies. Sepanjang perjalanan, bapak driver kami,
namanya Pak Totok, sangat ramah. Kebetulan saya dan Rere duduk di bangku depan
sehingga bisa aktif bertanya. Pak Totok ini sebenarnya bukan driver, tapi
seorang penjaga villa. Beliau menggantikan tugas temannya. Bapak yang super
baik hati ini bahkan rela mengantar kami yang notabene sudah terlambat dari
rombongan, ke mana saja, tanpa dikenai charge
tambahan. Bahkan beliau juga memberikan rekomendasi tempat wisata lain jika
suatu saat kami berkunjung ke Bromo lagi.
Pura-pura enjoy, padahal bete abis nungguin rombongan nggak nongol-nongol. |
Perpindahan dari spot penanjakan
ke Pasir Berbisik, ternyata someone is so
sleepy. Di tengah-tengahnya track yang semi offroad, bisa-bisanya Rere
tidur dengan nikmatnya di pundak saya. Iya tidur banget, bahkan nggak kebangun
saat jeepnya keguncang. Hahaha!
Selain menikmati pemandangan dan
momen berdua, buat saya dan Rere liburan adalah saatnya nyetok. Nyetok foto
sebanyak-banyaknya untuk diupload di instagram sebagai kode saat sudah pengen
liburan lagi. Begitu juga kali ini. Sayang, karena keterlambatan pagi tadi,
kami harus sedikit bergegas saat menikmati Pasir Berbisik dan Bukit Teletubies.
Tapi karena itu, justru Rere janji suatu saat akan mengajak saya ke sini lagi.
YES!!
Saat jam menunjukkan angka 9, Pak Totok sudah membawa kami ke the famous one, Bromo crater. Seseorang di dalam romongan mengatakan bahwa untuk sampai ke puncak, kami butuh waktu dua jam, apalgi kalau sama cewek. Tapi dia nggak tahu, kalau lagi jalan-jalan gini biasanya saya yang lebih lakik. Buktinya, pundak saya aja dijadiin sandarana sama Rere.
Meleset jauh dari perkiraan, kami
menghabiskan waktu sekitar 10 menit untuk menyeberangi gurun pasir, menuju ke
ujung anak tangga. Udara sejuk masih meski
mataharji juga nggak mau kalah terik. Untungya, saya nih sudah terlatih naik
gunung benera, sehingga 250 anak tangga berhasil kami takis dalam waktu kurang
lebih 10 menit saja. Sayang banget awan kinton ketinggalan, jadi nggak bisa
lebih cepat
250 anak tangga yang bikin mental melemah di awal |