Sep 15, 2017

Setelah kesibukan shooting AADC 2, akhirnya punya waktu juga mewujudkan cita-citaku ke Bromo. Siapa lagi kalau bukan karena Rere, Kapten #belajarjalanjalan yang baik hati memenuhi satu demi satu wishlist jalan-jalanku. Cie! (That’s a cheesy opening rite?)

Semua berawal dari kejelian mata melihat tanggal merah di bulan September. Namanya juga buruh, corporate slave, remahan rengginang di dalam kaleng khong huan, apalah itu. Diri ini paling nggak bisa banget lihat tanggal merah terbuang percuma, karena akan menyebabkan jiwa kebebasan merasa dikhianati.

Kamis Malam, 31 Agustus 2017                              

Berkedok menengok Rere yang saat itu lagi menempuh kursus Bahasa Inggris, kamis malam, sepulang kantor, saya berangkat meskpun agak sedikit terlambat. Begitu duduk di travel dan ngabarin sana sini, *click*, handphone dimatikan dan saya tidur dengan tenangnya meninggalkan berpuluh-puluh whatsapp group kerjaan, beserta email yang sudah dilogout terlebih dahulu *smirk*. Yaeyalah Jon, long weekend! Pokoknya liburan kali ini udah sepenuh hati niat nggak mau diganggu kerjaan sedikitpun, se-di-kit-pun!


Jumat, 1 September 2017, 04.00 WIB

Udara dingin menyambut dengan ramahnya, tepat begitu pintu travel dibuka di depan sebuah rumah dengan plang “BULE HOUSE”. Selamat datang di Kampung Inggris, Pare, kataku pada diri sendiri sebelum akhirnya Rere datang menjemput. Jangan harap ada adegan kangen-kangenan karena kami sudah langsung mengambil motor rentalan dan memulai perjalanan ke Kediri meskipun mata masih lengket dan dinginnya menusuk, but let’s go!
Belum mandi, belum tidur, belum sikat gigi, masih sayang.
Kediri ini punya satu bangunan yang jadi ciri khasnya, di simpang lima tengah kota, yang disebut Gumul. Kata Rere, orang juga sering menyebutnya Paris, karena mirip dengan Monumen Arc De Triomphe Paris. Kami sampai di sana bersamaan dengan jadwal ganti shift kelelawar sih kayanya, karena banyak kelelawar berterbangan. Tapi ternyata, banyak juga lho warga setempat yang bela-belain mampir ke sini di pagi buta (karena kalau siang super ramai) sekedar untuk foto.
Monumen Ard De Triomphe Paris ala Kediri

06.30 WIB, Gua Maria Pohsarang

Popmie memang selalu jadi andalan saat perut kelaparan
Dengan perut keroncongan dan sedikit kontraksi rutin di pagi hari, sampailah kami di destinasi kedua, Gua Maria Lourdes Pohsarang, Kediri. Letaknya di lereng Gunung Wilis, sekitar 400 meter di atas permukaan laut. Nggak heran, begitu sampai, meskipun matahari pagi sudah mulai show off, udaranya masih cenderung dingin, kaya sikap kamu ke mantan. Tapi bedanya dingin yang ini sejuk dan menyenangkan. Ini kali pertama saya berkunjung ke sini dan langsung jatuh cinta dengan arsitekturnya. Ada sentuhan Jawanya, tapi juga mirip gaya Eropa. Setelah mengisi perut dengan teh hangat dan popmie, kami segera menuju ke dalam, ke patung Bunda Maria besar, dan suasa di dalam ternyata jauh lebih indah. Sinar matahari pagi masuk lewat celah-celah pepohonan tinggi besar, suara burung berkicauan, kayak di surga, surganya pendoa maksudnya. Suasananya memang dibangun untuk bikin pengunjung betah berlama-lama berdoa. Suka bangeet! Apalagi adegan berdoa bareng Bapak Rere yang selalu bikin hati adem. 


Couple who pray together, stay together, amen!
Meskipun isinya “hanya” gereja, gua maria, pendopo, dan area jalan salib, ternyata butuh waktu juga untuk mengelilingi semuanya. Beruntung kami tiba sebelum jam delapan pagi, karena setelah itu, beberapa rombongan bus mulai berdatangan dan kami pun bergegas pulang.

10.00 WIB, Depot Swike Mak Alay

Sebelum kembali ke Pare, kami sempat berniat mampir ke tempat-tempat lain seperti Gereja Merah dan Taman Bunga Matahari. Sayang, keduanya tidak bisa dikunjungi. Bahkan Taman Bunga Matahari sudah tidak ada lagi, dan baru akan ditanami lagi. 
Depot Swike Mak Alay, jadi destinasi pengganti yang maha penting. Penting bagi yang belum makan dari kemarin. Seporsi swike tauco dibandrol harga sekitar dua belas ribuan, dan per potong swika goreng tepung diharga 5000. Kenyang dan bego, saking banyaknya yang kami makan. Saya sih, lebih suka dengan goreng tepungnya, karena tauconya masih kurang mantap. Tapi kayaknya sih, kodok di Kediri nggak ada yang diet, karena dagingnya lebih banyak dan jauh lebih besar dari swike yang jadi langganan kami makan di Jogja.


Swike tauco dan swike goreng tepung setelah penantian panjang


19.00 WIB, Bule House


Sesungguhnya, inilah saat yang paling saya tunggu-tunggu dari perjalanan kali ini. Dijemput travel Dieng, yang akan mengubah hidupku dari yang belum pernah ke Bromo jadi pernah ke Bromo, hehe, penting. Oh ya, Bule House ini adalah salah satu tempat les bahasa Inggris di Pare, tempat Rere mengambil kursus selama hampir satu bulan terakhir. Kebetulan, rata-rata orang yang belajar di sini seumuran dengan Rere, dan semuanya sangat ramah. Meski bukan student, tapi saya juga berinteraksi dengan mereka menggunakan bahasa Inggris. Baru kali ini, liburan pake spaneng gegara diwajibkan ngomong bahasa Inggris. Selama transit, saya menumpang di kamar student yang perempuan, ketiganya berasal dari luar Jawa, seperti halnya rata-rata pelajar di sini yang bukan orang Jawa. Sebagian besar dari mereka adalah pelayar, yang ingin meningkatkan skill Bahasa Inggrisnya. Ada juga pelajar lulusan SMA atau mahasiswa yang sekedar mengisi waktu jedanya sebelum lanjut sekolah atau bekerja. Rere, kamu cinlok ga di sini? *tetiba insecure*


22.00 WIB (Travel Dieng)

Ngaret dua jam dari waktu yang dijanjikan, sempat bĂȘte dan bikin muka ditekuk, akhirnya travel ini datang juga. Penuh 14 orang ditambah supir, kami semua akan menuju ke Bromooo!! Baiklah, ini malam kedua saya tidur di travel, dan saya sudah tidak sabar untuk #BelajarJalanJalan!


03.00 AM WIB, Penanjakan Bromo

Meski ngaret, anehnya travel kami tetap sesuai jadwal. Pukul 03.00 dini hari kami sampai di spot penanjakan Bromo, dalam udara super dingin meski sudah berjaket, berkupluk ditambah sarung tangan dan berpelukan, ehem. Yang saya heran, ada juga teman serombongan yang bahkan tidak mempersiapkan baju hangat, dan bersikeras tidak mau turun dari travel karena masih dingin. Jadi ke sini rencananya mau ngapain sih mas? Tapi sepertinya jika kita datang ke sini tanpa persiapan, tidak perlu khawatir juga sih. Mulai dari penjual kupluk, syal, sarung tangan, sampai jasa penyewaan jaket sudah lengkap. Rata-rata dibandrol mulai dari harga Rp 20.000-an. Hati-hati, yang bikin kita boros di sini bukanlah makannya, tapi biaya wc umum yang mematok harga Rp 3000,00 setiap kali buang air kecil.

Perjalanan ke atas dilanjutkan menggunakan jeep, yang diisi delapan orang, sehingga kami harus dipisah dalam dua jeep. FYI, track menuju penanjakan dipenuhi jeep-jeep lain yang berjajar sepanjang jalan alias ramai sekali!  It’s long weekend babe, everyone craving for a holiday!

Setelah 10 menit berjalan kaki dari lokasi jeep diparkir, kami pun tiba di sunrise spot dengan ekspresi melongo, karena sudah tak ada lagi tempat tersisa dan pemandangan di depan kami hanyalah puluhan LCD handphone dan kamera yang bersiap menangkap sunrise. Untuuuung udah pernah liat sunrise yang jauh lebih ciamik secara eksklusif di Prau, jadi kali ini nggak ada penyesalan karena nggak bisa menikmati sunrisenya. 
Situasi di sunrise point

Dapet pemandangan bagus malah di luar sunrise point
Menuju ke destinasi selanjutnya kami sempat super bĂȘte, karena teman satu jeep kami ngaret lebih dari satu jam. Jam 6 seharusnya kami sudah berangkat ke Bukit Cinta, tapi karena menunggu anggota lengkap, kami baru berangkat sekitar jam 7.30 WIB dan langsung menuju Pasir Berbisik dan Bukti Teletubies. Sepanjang perjalanan, bapak driver kami, namanya Pak Totok, sangat ramah. Kebetulan saya dan Rere duduk di bangku depan sehingga bisa aktif bertanya. Pak Totok ini sebenarnya bukan driver, tapi seorang penjaga villa. Beliau menggantikan tugas temannya. Bapak yang super baik hati ini bahkan rela mengantar kami yang notabene sudah terlambat dari rombongan, ke mana saja, tanpa dikenai charge tambahan. Bahkan beliau juga memberikan rekomendasi tempat wisata lain jika suatu saat kami berkunjung ke Bromo lagi.


Pura-pura enjoy, padahal bete abis nungguin rombongan nggak nongol-nongol.

Perpindahan dari spot penanjakan ke Pasir Berbisik, ternyata someone is so sleepy. Di tengah-tengahnya track yang semi offroad, bisa-bisanya Rere tidur dengan nikmatnya di pundak saya. Iya tidur banget, bahkan nggak kebangun saat jeepnya keguncang. Hahaha!
Selain menikmati pemandangan dan momen berdua, buat saya dan Rere liburan adalah saatnya nyetok. Nyetok foto sebanyak-banyaknya untuk diupload di instagram sebagai kode saat sudah pengen liburan lagi. Begitu juga kali ini. Sayang, karena keterlambatan pagi tadi, kami harus sedikit bergegas saat menikmati Pasir Berbisik dan Bukit Teletubies. Tapi karena itu, justru Rere janji suatu saat akan mengajak saya ke sini lagi. YES!!

Saat jam menunjukkan angka 9, Pak Totok sudah membawa kami ke the famous one, Bromo crater. Seseorang di dalam romongan mengatakan bahwa untuk sampai ke puncak, kami butuh waktu dua jam, apalgi kalau sama cewek. Tapi dia nggak tahu, kalau lagi jalan-jalan gini biasanya saya yang lebih lakik. Buktinya, pundak saya aja dijadiin sandarana sama Rere.

Meleset jauh dari perkiraan, kami menghabiskan waktu sekitar 10 menit untuk menyeberangi gurun pasir, menuju ke ujung anak tangga. Udara sejuk masih  meski mataharji juga nggak mau kalah terik. Untungya, saya nih sudah terlatih naik gunung benera, sehingga 250 anak tangga berhasil kami takis dalam waktu kurang lebih 10 menit saja. Sayang banget awan kinton ketinggalan, jadi nggak bisa lebih cepat

250 anak tangga yang bikin mental melemah di awal

Ini pemandangan yang menantimu setelah dengkul berupaya setengah mati

So, that's all. Another story I've made with you. Dibilang puas ya belum, tapi sangat cukup sebagai intermezo di tengah segala ke-stress-an yang terjadi belakangan ini.

Saatnya kembali bekerja (dengan semangat, I hope so), dan menunggu datangnya #BelajarJalanJalan lagi.
***

Biaya open trip dari Pare ke Bromo Rp 150.000
Travel dari Jogja - pare Rp
140.000




what should not be forgotten . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates